Lanjutan dari Nurul Khasanah (Hanna) @Hannaaabelle , di blog (hannabelleisawriter.blogspot.com)
Sesampainya kami di mobil, segera aku luruskan kakiku yang memang sudah perih tak keruan dan kurebahkan punggungku. Aku yang masih sedikit kesal terhadap Andra, lebih memilih untuk memejamkan mata agar suasana pun mencair. Entah berapa lama aku jatuh terlelap dalam pejaman mataku, hingga tanpa sadar mobil yang dilajukan oleh Andra telah tiba tepat di halaman rumahku.
“Ka, bangun dong! Ini sudah sampai di rumah kamu loh.” Sapa Andra lembut di telinga kananku.
“Iya Ndra. Makasih ya sudah mengantarku. Kamu ingin mampir dulu apa mau langsung pulang?” Aku bertanya dengan nada yang masih terdengar mengantuk.
“Ini sudah larut malam Ka, sepertinya aku langsung pulang saja. Salamku untuk Ayah dan Ibumu ya.” Sahut Andra halus.
Seperti biasa, Andra selalu mencium keningku sesaat sebelum aku turun dari mobil. Tak dapat aku pungkiri, bahwa lelaki yang sedari tadi membuatku kesal karena tak menghiraukan tentang souvenir pernikahan kami, ternyata adalah lelaki yang dapat memberiku setumpuk kenyamanan.
Jam dinding berbentuk bulat yang menempel tepat di atas tempat tidurku menunjukkan pukul sepuluh malam, ketika aku menjejakkan kaki di ruang kamarku.
Rasa lelah seharian setelah bepergian mencari souvenir bersama Andra tak lantas membuatku terlelap untuk tidur. Aku justru duduk diam di atas tempat tidurku sambil menikmati kopi hitam panas yang makin membuatku terjaga.
Aku terhanyut dalam ombak pikiranku, yang selalu saja masih bertanya apakah Andra benar–benar serius ingin menikah denganku.
Andra memang bukan lelaki yang selalu menunjukkan tingkah laku manis atau rayuan gombalnya di depan wanita. Tapi, mengapa seakan–akan Andra memasrahkan segalanya kepadaku?
Bukankah ini seharusnya menjadi pemikiran dan keputusan kami berdua?
Tanpa terasa putaran jam pun semakin cepat berlalu dan kopi hitam panas yang semula kental pun kini telah menjadi hambar dan dingin.
Aku memutuskan untuk mematikan lampu kamarku dan segera merebahkan tubuhku di atas tempat tidur.
********************
“Azka ayo bangun, sudah jam berapa ini? Lekas turun ke ruang tamu. Andra sudah setengah jam menunggumu.” Ucap Ibu menghampiriku, tangannya perlahan mengusap bagian kening dan rambutku.
Aku terdiam sebentar. Rasanya kami tak memiliki janji untuk bertemu hari ini. Tapi, aku lekas mandi dan berdandan ala kadarnya lalu segera turun tuk menemuinya.
Aku tak bisa menahan bibirku yang spontan terbuka ketika melihat kedua tangannya membawa sebuket bunga mawar merah dan putih yang saling terangkai bersama.
“Sini deh kamu, jangan berdiri menatapku seperti itu.” Andra memanggilku dengan suara tegas.
Selangkah demi selangkah aku menghampirinya. Dan ketika aku telah berada di hadapannya, betapa aku sangat terkejut melihat sebuah kotak kecil berwarna merah yang berada persis di atas buket bunga itu.
simak kelanjutan ceritanya di orybun.blogspot.com oleh Alvina (@alvina13)